![]() |
Penyanyi pop Selandia Baru Lorde. (Foto: Tom Hawk/Flickr) |
Yerusalem, Greater Palestine
Sebuah kelompok hak asasi manusia
Israel menuntut dua orang Selandia Baru karena diduga meyakinkan penyanyi pop
Lorde untuk membatalkan penampilannya di konser di Tel Aviv, Israel.
Langkah yang diambil kelompok Shurat HaDin itu merupakan
tuntutan hukum pertama yang diajukan berdasarkan undang-undang anti-boikot
Israel yang kontroversial, demikian Palestine
Chronicle memberitakan.
Undang-undang tahun 2011 membuka pintu tuntutan
hukum sipil terhadap siapa pun yang menyerukan pemboikotan terhadap Israel,
termasuk wilayah yang diduduki.
![]() |
Lorde (kanan) saat di Festival Musik dan Seni Lembah Coachella, AS. (Hypebeast) |
Undang-undang tersebut memungkinkan pengadilan
menjatuhkan denda ganti rugi kepada terdakwa. Kritikus mengatakan bahwa
undang-undang tersebut akan menahan kebebasan berekspresi.
Dua orang Selandia Baru, Justine Sachs (Yahudi) dan
Nadia Abu-Shanab (Palestina), menulis sebuah surat terbuka kepada Lorde tahun
lalu, ketika mereka mendesak Lorde untuk "mengambil sikap" dan
"bergabung dengan boikot artistik Israel."
Lorde yang merupakan penyanyi dan penulis lagu
Selandia Baru membalas dengan sebuah tweet.
"Tercatat! Setelah berbicara (dengan) banyak
orang tentang ini dan mempertimbangkan semua pilihan. Terima kasih karena mendidik
saya. Saya juga belajar sepanjang waktu," tulis Lorde.
Dia kemudian membatalkan penampilannya di Tel Aviv
beberapa hari kemudian.
Kelompok Shurat HaDin mengajukan tuntutan hukumnya di
sebuah pengadilan di Yerusalem pada hari Selasa, menuntut atas nama tiga calon
penonton konser Israel yang kehilangan sekitar 13.000 dolar.
Sumber: Mirajnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar